
Idul Adha sebentar lagi datang. Udara mulai bau rumput, warung mulai jual tusuk sate kiloan, dan grup WhatsApp masjid makin aktif, isinya mulai dari urunan kurban sampai tukang potong yang katanya “spesialis sapi rewel.”
Tapi Idul Adha bukan cuma soal daging. Ini soal niat, soal ikhlas, dan soal bagaimana kita menghadapi momen spiritual dengan logika waras dan sedikit bumbu tawa.
1. Kurban Itu Niat, Bukan Ajang Flexing
Di zaman medsos, semua bisa jadi konten. Termasuk kurban. Tapi inget, kurban bukan lomba siapa yang sapinya paling gede, apalagi siapa yang paling banyak unggah video before-after hewan kurban.
Jangan sampai niat kurban malah berubah jadi niat cari likes.
Kalau kamu mau update, silakan. Asal jangan posting caption begini:
“Akhirnya, tahun ini bisa kurban satu sapi utuh. Semoga kamu yang masih potong ayam, tetap semangat ya!”
Ya ampun, Mbak.
2. Sapi dan Kambing Juga Punya Perasaan
Pernah lihat ekspresi sapi waktu digiring ke lokasi penyembelihan? Antara bingung dan pasrah. Tapi ada juga yang drama, lari-lari kayak dikejar mantan, sampai satu kampung bantuin tangkap. Pahlawan lokal pun lahir: Mas-Mas RW yang berhasil nangkap kambing pake sarung basah.
Jadi jangan remehin kerja panitia kurban. Mereka bukan sekadar motong daging. Mereka juga psikolog hewan dadakan, ahli gizi daging, dan kadang… gladiator.
3. Tantangan Terbesar: Bagi Daging Tanpa Drama
Kalau kamu pernah ikut bagi-bagi daging kurban, kamu tahu: ini bukan tugas ringan. Daftar penerima kadang lebih sensitif dari daftar undangan pernikahan.
“Kenapa Bu RT dapet dua plastik? Saya cuma satu!”
“Ini dagingnya lebih banyak lemak daripada isinya, loh!”
“Maaf, saya vegetarian… tapi kalau tulangnya bisa buat sop, saya ambil ya.”
Tapi di sinilah seni dari berbagi. Kadang niat baik diuji bukan dengan pekerjaan berat, tapi dengan komentar tetangga.
4. Masak Daging: Antara Kebanggaan dan Kolesterol
Idul Adha adalah satu-satunya hari di mana semua jenis daging disatukan dalam satu panci: gulai, tongseng, rendang, hingga sate bakar rasa arang. Hebatnya, ini juga satu-satunya momen di mana kolesterol dianggap “berkah.”
Tapi ingat, nikmatilah dengan bijak. Karena setelah hari raya, yang antre bukan cuma warung sate, tapi juga klinik cek darah.
Tips sehat:
- Batasi santan.
- Perbanyak sayur.
- Jangan makan sate pake nasi uduk dua bungkus.
5. Belajar dari Nabi Ibrahim: Soal Hati, Bukan Sekadar Hewan
Di balik semua tawa dan kehebohan, Idul Adha tetaplah tentang sebuah kisah yang menyentuh: tentang Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya karena perintah Tuhan. Tentang Nabi Ismail yang ikhlas menerima takdir.
Dari sana kita belajar: kurban itu bukan hanya tentang menyembelih hewan, tapi juga menyembelih ego, rasa sombong, dan cinta dunia yang berlebihan.
Mungkin kita belum bisa kurban sapi, tapi kita bisa mulai dari kurban waktu untuk orang tua, kurban ego saat minta maaf, atau kurban gengsi pas bantu di dapur.
Kurban Gak Harus Mahal, Tapi Harus Tulus
Idul Adha bukan tentang “kamu kurban apa,” tapi “apa yang kamu pelajari dari kurban itu.” Entah kamu tukang potong, tukang tusuk sate, panitia yang ngurus kupon, atau ibu-ibu dapur yang masak tanpa henti—semua punya peran.
Dan satu hal lagi, kalau kamu cuma bisa bantu bersihin masjid atau antar daging pakai motor tua, itu juga kurban, yang penting niatnya beres, hatinya tulus.
Selamat menyambut Idul Adha. Semoga tahun ini kita semua bisa kurban, entah itu kambing, waktu, tenaga, atau perasaan (yang belum dibalas).